Myanmar Makin Ngeri! Pabrik China Dibakar, 39 Tewas

Myanmar berdarah

topmetro.news – Myanmar berdarah. Hari paling berdarah itu terjadi di Myanmar, Minggu (14/3/2021). Setidaknya 22 orang tewas di kota industri Hlaingthaya dan 17 tewas di tempat lain, termasuk satu polisi, saat demonstrasi terjadi.

Tembakan dari aparat makin membabi buta ke pendemo ketika pabrik-pabrik China di kota industri Hlaingthaya dibakar massa. Sebagian warga Myanmar menilai China mendukung junta militer dalam pengambilalihan kekuasaan 1 Februari.

Melansir Reuters, pasukan keamanan setempat menembaki pengunjuk rasa ketika asap membumbung tinggi di kawasan industri di pinggiran kota itu. Seorang saksi sekaligus jurnalis foto setempat menyebut peristiwa yang terjadi sangat mengerikan.

“Itu sangat mengerikan. Orang-orang ditembak di depan mata saya,” katanya kepada Reuters.

Ini membuat Pemerintah Myanmar menerapkan darurat militer di Hlaingthaya. Status sama juga berlaku di Yangon, kota komersial Myanmar dan bekas ibu kota negeri itu.

Meski demikian, tentara melalui televisi Myanwadday mengatakan pasukan keamanan bertindak tegas karena pembakaran pabrik. Setidaknya ada empat pabrik terbakar.

Setidaknya 2.000 orang telah terjun untuk memadamkan api. Namun sayangnya juru bicara junta tak memberi keterangan langsung.

Berdasarkan data the Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) kejadian ini menyebabkan total sudah 126 pendemo tewas di tangan aparat selama sebulan unjuk rasa terjadi. Sebanyak 2.150 orang sudah menjalani penahanan sejak Sabtu.

Anti Bisnis China

Pengunjuk rasa Myanmar marah terhadap China. Negeri Presiden X Jinping tersebut mereka anggap mendukung junta militer Myanmar merebut kekuasaan 1 Februari lalu.

Sekelompok massa bahkan meneriakkan rencana menghancurkan pipa gas terbesar China-Myanmar akhir pekan kemarin. Jalur pipa itu menjadi sasaran kemarahan pendemo di Mandalay, kota terbesar kedua negeri itu.

“Bisnis Cina, Keluar! Keluar!” teriak selusin pengunjuk rasa di kota tersebut.

Mandalay adalah titik jalur pipa di Myanmar yang terhubung dari Samudra Hindia ke China. Pipa membawa minyak senilai US$1,5 miliar sejauh 770 km.

Ujaran kebencian ke China juga datang di media sosial Myanmar. Ini meningkatkan pertanyaan di kalangan bisnis kedua negara. Bukan hanya soal investasi, tapi miliaran dolar investasi dalam proyek infrastruktur China, Belt and Road (BRI).

“China, Shame on You. Berhenti mendukung ‘pencurian’ suatu negara,” tulis salah satu plakat protes di luar Kedutaan Besar China.

Protes datang seiring bocornya dokumen Pemerintah Myanmar, 24 Februari 2021. Di mana pejabat China telah meminta junta Myanmar untuk memberikan keamanan yang lebih baik. Termasuk data intelijen tentang kelompok etnis minoritas bersenjata di jalur pipa tersebut.

“Menjaga keamanan proyek kerja sama bilateral adalah tanggung jawab bersama baik China dan Myanmar,” kata Kementerian Luar Negeri China dalam dokumen tersebut. Ia pun mengulangi seruan untuk menyelesaikan perbedaan yang ada.

“Ini juga akan menguntungkan operasi yang aman dari proyek kerjasama bilateral,” katanya.

China telah mengalokasikan sejumlah dana ke proyek-proyek Myanmar. Termasuk proyek pelabuhan senilai US$1,3 miliar. Belum lagi zona industri, kota baru di dekat pusat bisnis Yangon dan kereta api.

BACA JUGA | China Siap Turun Tangan di Myanmar!

Ancaman Jangka Panjang

Menurut pengamat, opini publik yang bermusuhan dengan China, adalah ancaman jangka panjang dan kerusakan bagi rencana China di Negara Burma. Ini setidaknya disampaikan Direktur Program China di Stimson Center yang berbasis di Washington, Yun Sun.

“Opini publik yang bermusuhan akan menimbulkan ancaman jangka panjang,” tegasnya.

Salah satunya terjadi saat China membuat proyek Bendungan Myitsone. Penolakan publik membuat proyek itu sempat tertunda di tahun 2011.
“Opini publik telah diperlakukan sebagai prioritas kebijakan China di Myanmar,” katanya.

China pada akhirnya harus mensponsori banyak hal untuk menunjukkan citra baik di publik dan pemimpin politik negeri itu. Mulai dari menyumbangkan tas sekolah hingga sponsor perjalanan inspeksi ke China untuk para pejabat Myanmar.

Hingga saat ini belum ada konfirmasi dari junta militer soal ini. China juga tak memberikan respons.

sumber | CNBC Indonesia

Related posts

Leave a Comment